Kontrak CV. Naher Alfatih Bermasalah, Aktivis Pemerhati Kontruksi Soroti DPUPR Kota Cilegon

Daftar Isi

STCPOS.ID | Terkait proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon, Aktivis Provinsi Banten menilai banyak bermasalah.

Hal itu sampai langsung oleh aktivis pemerhati kontruksi, Fajar mengatakan perisapan ketika proses pengadaan pemerintah sudah menentukan dan mempersiapkan syarat-syarat yang wajib dipenuhi oleh penyedia. Sebelum akhirnya menjadi pemenang tender.

Kendati demikian, masih ada saja perusahaan penyedia seperti CV. Naher Alfatih tidak memenuhi syarat kualifikasi tapi jadi pemenang tender. 

Parahnya lagi, kontrak CV. Naher Alfatih telah di teken oleh PPK, Fajar menilai ada dugaan kongkalikong antara PPK dan penyedia.

"PPK berhak itu berhak menolak hasil kerja dari ULP dan Pokja, jangan main teken aja kontraknya. Jangan main-main dalam menggunakan anggaran negara," katanya, Kamis (24/4/25).

Fajar mengatakan, perusahaan yang mengerjakan paket proyek Normalisasi Sungai Cibeber Link. Jembatan Cikondang Jls, dengan pagu Rp. 555.187.035,00, tahun anggaran 2024 ini wajib dibatalkan kontraknya.

"Saat penandatanganan kontrak di 31 Oktober 2024 Kondisi SBU CV. Naher Alfatih belum aktif alias bodong, apa dasar PPk kok berani dan nekat teken kontraknya," ungkapnya.

Seharusnya lanjut Fajar menegaskan, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cilegon jangan terkesan ada dugaan kongkalikong dengan penyedia sehingga meloloska perusahaan diduga tidak memenuhi syarat kualifikasi jadi pemenang tender. 

"PPK harusnya teliti dan saya Minta Kadis DPUPR Kota Cilegon mengevaluasi jajaran Kepala bidang-nya (Kabid), jangan sampai dibiarkan lagi perusahaan penyedia yang tidak memenuhi persyaratan dipaksakan jadi pemenang tender dan ditandatangani kontraknya," tegasnya.

"Jika diproses pengadaan saja bermasalah, tidak menutup kemungkinan korupsi dan Nepotisme terjadi," imbuhnya.

Padahal pada Peraturan Lembaga (Perlem) Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Melalui Penyedia.

Dijelaskan, jika terdapat kesalahan saat evaluasi atas lolosnya perusahaan penyedia yang SBU-nya sudah kedaluarsa (bodong) atau di cabut, maka kontraknya harus dibatalkan dan dilakukan evaluasi kembali.

Selain kontrak dibatalkan, perusahaan penyedia tersebut diberlakukan atau di sanksi berupa daftar hitam (backlist) hingga dana anggaran yang telah gunakan untuk dikembalikan ke negara.

Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa (PBJB) tentang merupakan perubahan dari Perpres No. 16 Tahun 2018 dan juga sekaligus salah satu dari 49 peraturan pelaksana UU Cipta Kerja.

Diberlakukannya Perpres 12/2021 terbaru ini sangat penting guna memperbaiki tata kelola, menurunkan permasalahan korupsi dalam dunia tender pengadaan barang/jasa. Meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan juga meningkatkan kecepatan penyerapan anggaran. 

Sementara pada pasal 78 Ayat 1 berbunyi sebagai berikut.

- Menyampaikan dokumen atau keterangan palsu/tidak benar untuk memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam Dokumen Pemilihan.

- Terindikasi melakukan persekongkolan dengan peserta lain untuk mengatur harga penawaran.

- Terindikasi melakukan korupsi, kolusi, dan/atau nepotisme dalam pemilihan Penyedia.

- Mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima oleh Pejabat Pengadaan/Pokja Pemilihan/Agen Pengadaan. Peserta pemilihan dikenai sanksi administratif.

Untuk diketahui, tindakan maladministrasi merupakan perilaku atau perbuatan melawan hukum dan etika dalam proses administrasi pelayanan publik.

Tindakan Maladministrasi ini, ada berbagai macam seperti penyimpangan prosedur, penyalahgunaan wewenang termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum, tindakan diskriminatif bahkan ada dugaan permintaan imbalan dan lainnya.